Rabu, 14 Januari 2015

Sejarah Jam Gadang Bukittinggi

Sejarah Jam Gadang Bukittinggi

      Jam Gadang adalah sebuah sebutan atau nama dari sebuah menara jam yang terletak di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Pada menara ini terdapat 4 buah jam dengan diameter masing-masing 80 cm, jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan  Big Ben di  London, Inggris. Mesin jam dan permukaan jam terletak pada satu tingkat di bawah tingkat paling atas. Pada bagian lonceng tertera pabrik pembuat jam yaitu Vortmann Relinghausen. Vortman (Benhard Vortman) yakni nama belakang pembuat mesin dari jam gadang tersebut, sedangkan Recklinghausen sendiri adalah nama sebuah kota di Jerman dimana kota tersebut merupakan tempat diproduksinya mesin jam pada tahun 1892.
      Jam Gadang memilik denah dasar seluas 13 x 4 m. Bagian dalam menara jam setinggi 26 meter ini terdiri dari beberapa tingkat, dengan tingkat teratas merupakan tempat penyimpanan bandul. Bandul tersebut sempat patah hingga harus diganti akibat Gempa bumi Sumatera Barat Maret 2007 silam.
      Menara ini sering digunakan masyarakat setempat bahkan pendatang sebagai tempat taman wisata atau taman rekreasi di Bukittinggi. Seperti malam pergantian tahun contohnya, jam gadang menjadi suatu tempat terfavorit masyarakat Sumatera Barat umumnya serta warga Bukittinggi khususnya untuk menikmati malam Tahun Baru.

Keunikan Bangunan
        Salah satu keunikan yang sangat menakjubkan dari bangunan ini adalah struktur pembangunan dan bahan-bahan bangunan yang umumnya digunakan sebagai bahan utama bangunan malah tidak digunakan pada pembangunan menara Jam Gadang ini. Jam Gadang dibangun tanpa menggunakan Besi peyangga dan adukan Semen. Campurannya hanya kapur, putih telur, dan pasir putih
      Entah disengaja ataupun tidak disengaja, diketahui terdapat kesalahan penulisan pada angka romawi yang menunjukkan pukul "4" pada desain ukiran Jam Gadang. Dalam lingkaran jam tertulis angka dengat font tulisan romawi, disini dapat kita perhatikan pada gambar. Penulisan angka "4" yang seharusnya ditulis dengan angka romawi "IV" entah mengapa pada ukiran bangunan pada Menara ini tertulis "IIII" (empat batang hutuf I) yang artinya satu batang huruf "I" bernilai "1".

Sejarah Jam Gadang
Dikutip dari wikipedia.org
      Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia-Belanda. Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazin Sutan Gigi Ameh, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun. Pembangunan Jam Gadang menghabiskan biaya sekitar 3.000 Gulden, biaya yang tergolong fantastis untuk ukuran waktu itu. Sehingga sejak dibangun dan sejak diresmikannya, menara jam ini telah menjadi pusat perhatian setiap orang. Hal itu pula yang mengakibatkan Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda atau markah tanah dan juga titik nol kota Bukittinggi.
      Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Kemudian pada masa Pendudukan Jepang di Indonesia|pendudukan Jepang diubah menjadi bentuk klenteng. Terakhir setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah ada   Minangkabau, Rumah Gadang.

sumber : http://www.surgaindonesia.com/2013/02/sejarah-jam-gadang-bukittinggi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar